Nikmati Tradisi Tua dalam Seba Baduy 2020

JAKARTA – Eksotisnya tradisi tua bisa dinikmati kembali melalui Seba Baduy 2020 di Banten. Digelar 29 April hingga 6 Mei 2020, ritual berumur ratusan tersebut selalu jadi fenomena. Sebab, masyarakat Baduy di pedalaman akan melakukan long march. Perjalanan ini biasanya disertai dengan membawa beragam hasil bumi mereka selama setahun.

Experience terbaik ditawarkan destinasi Banten melalui event Seba Baduy 2020. Ritual tersebut biasanya diikuti ribuan warga Baduy Luar dan Baduy Dalam. Warga Baduy Luar atau Baduy Pendamping bisa ditandai dari pakaian hitam dengan ikat kepala biru. Bagi warga Baduy Dalam atau Urang Jero memakai busana dan ikat kepala putih. Urang Jero bisa dijumpai di Kampung Cibio, Cikawartana, dan Cikeusik.

Menjalani tradisi Seba Baduy, mereka akan berjalan kaki sepanjang ratusan kilometer. Urang Kanekes-sebutan masyarakat Baduy-juga ikut menyertakan beragam komoditas hasil bumi. Produk unggulan hasil bumi Baduy diantaranya, padi, gula aren, pisang, sayuran, dan palawija. Selama ini, Urang Kanekes memang mengembangkan bercocok tanam secara tradisional.

“Seba Baduy memang menjadi fenomena menarik. Ini adalah budaya yang sangat tua dan tetap lestari hingga saat ini. Seba sendiri berarti seserahan. Produk yang diserahkan beragam hasil bumi. Seba Baduy pun menjadi ungkapan rasa syukur. Ritual ini juga jadi media komunikasi dengan pemerintah,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Banten Eneng Nurcahyati, Selasa (11/2).

Menjalankan tradisi leluhur, rangkaian panjang dilakukan masyarakat Baduy. Sebelum Seba digulirkan, Urang Kanekes menjalankan rutual Kawalu selama 3 bulan penuh. Ritual ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan hasil bumi Urang Kanekes. Selama proses Kawalu, seluruh kawasan Baduy akan tertutup bagi masyarakat umum.

Ritual Kawalu sendiri terbagi dalam 3 sesi. Nuansa religi pun semakin kental dalam ritual Kawalu ke-3. Saat itu, Urang Kanekes melakukan puasa. Ritual berbukanya pun unik. Sebelum makan juga minum, proses berbuka diawali dengan memakan daun sirih dan gambir. Kewajiban puasa berlaku bagi warga Baduy dengan usia di atas 15 tahun.

Berakhirnya ritual Kawalu ditandai dengan Ngalaksa. Ritual Ngalaksa ini merupakan aktivitas saling berkunjung Urang Kanekes. Mereka pun bersilaturahmi dengan kerabat dan tetangga sembari membawa hasil bumi. Berikutnya, dilakukan dialog budaya antara Urang Jero dan Baduy Pendamping dengan para panggede atau pemerintah. Inti dialognya, menjaga kelestarian alam.

“Tradisi Seba Baduy even besar. Selalu menarik perhatian publik. Wajar bila Seba Baduy selalu banjir wisatawan. Mereka tertarik karena masyarakat Baduy tetap memegang tradisi, meski modernisasi dunia berkembang pesat,” terang Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelengggara Kegiatan (Event) Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Rizki Handayani.

Hidup sesuai tradisi, Urang Kanekes memang masih memegang teguh ajaran leluhurnya. Sebab, Baduy memiliki Hukum Adat Leluhur. Inti peraturannya, ‘Gunung Tak Diperkenankan Dilebur, Lembah Tak Diperkenankan Dirusak’. Berikutnya, ‘Larangan Tak Boleh Diubah’ dan ‘Panjang Tak Boleh Dipotong’ lalu ‘Pendek Tak Boleh Disambung’. Penutupnya, ‘Yang Bukan Ditolak Yang Jangan Harus Dilarang’. Dan, ‘Yang Benar Haruslah Dibenarkan’.

“Dengan menganut hukum adat, keseimbangan hidup manusia dan alam akan terus terpelihara di sana. Akan ada banyak manfaat positif yang mengalir. Serupa event Seba Baduy yang maksimal menggerakan perekonomian masyarakat. Kesejahteraan ini pun akan terus dinikmati oleh masyarakat di sana sampai kapanpun,” tutup Rizki.(*)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>