JAKARTA – Ada pepatah kuno, memancing di air keruh. Faktanya, mengail ikan memang paling efektif di kolam yang keruh airnya. Itulah gambaran suasana di sektor pariwisata di bulan politik April 2019 ini.
Tidak bisa dihindarkan, bulan politik dan tahun politik ini sering menyerempet juga ke pariwisata yang didesain profesional dan spirit korporasi. Menpar Arief Yahya men-debirokratisasi dengan lebih banyak mendorong agar industry lead, government support.
Karena sektor pariwisata adalah industri yang fragile, mudah terdampak oleh isu-isu. Karena itu, tetap fokus kerja kejar target wisman 20 juta dan wisnus 275 juta pergerakan di 2019. “Ya, kami tetap fokus mempromosikan produk destinasi, menjadikan sektor pariwisata menuju core economy bangsa,” jelas Guntur Sakti, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata Kemenpar.
Bagaimana dengan tahun dan bulan politik? “Belakangan ini ada-ada saja hal-hal yang penuh nuansa politis yang dilempar ke pariwisata kita. Semoga kegaduhan seperti ini berimbas ke industri pariwisata,” jelasnya.
Menurut Guntur Sakti, suasana menarik sektor pariwisata ke politik seperti ini wajar di era politik. Semua aspek bisa saja dijadikan alat serang menyerang ke arah politik. Dari pengalaman yang ada, industri pariwisata itu berbeda “kolam” dengan politik.
“Apa sih sekarang di Indonesia yang tidak dikait-kaitkan dengan politik? Apa saja semua orang kaitkan dengan politik. Sampai bencana alam saja dikaitkan dengan politik. Padahal jelas-jelas tidak ada kaitannya. Karena itu, Kemenpar tetap menjalankan aktivitas promosi agar tidak kehilangan waktu yang berjalan cepat,” ujar Guntur.
Guntur menambahkan, dibutuhkan pendewasaan yang lebih untuk memahami dunia pariwisata sehingga tidak dikaitkan dengan dunia politik. Karena jelas politik dan pariwisata adalah dunia yang jauh berbeda.
Menurutnya tidak bisa menggunakan cara pandang politis untuk memotret pariwisata yang industri di bawahnya sangat fragile. Apalagi, Kemenpar saat ini ditangani oleh Menteri dari kalangan profesional, bukan dari kalangan partai.
“Pak Arief Yahya itu bukan dari partai tetapi dari kalangan profesional. Tetapi tetap saja acap kali dikaitkan dengan hingar bingar dunia politik,” ucap Guntur Sakti.
Menurut Guntur, kedewasaan berpolitik sementara ini hanya dimiliki para politisi. Disebut kedewasaan karena selepas adu argumentasi dengan rivalnya, mereka berpelukan.
Tetapi harus juga diakui, suasana itu belum menetes di akar rumput. “Para politisi itu meninggalkan sisa-sisa argumentasi mereka yang kadang ditelan mentah-mentah oleh masyarakat. Tidak semua pelaku industri pariwisata juga paham dinamika politik yang cepat, karena dunia nya memang betul-betul beda,” katanya.
Guntur menyadari, tugas utama Kemenpar adalah menggairahkan industri pariwisata yang selama empat tahun ini mulai menggeliat. Di mana-mana orang happy, karena Indonesia tumbuh menjadi negara yang kaya dengan destinasi.
“Pak Menpar Arief selalu menyebut, cultural resources dan natural resources kita selalu top 20 dunia. Berbagai media pariwisata dunia selalu menempatkan Bali, Komodo, Raja Ampat, Jawa dll sebagai destinasi pilihan netizen dari seluruh dunia. Baik di Trip Advisor, Lonely Planet, Ctrip, CNN Travel, semua kagum dengan Wonderful Indonesia. Inilah modal yang kuat buat menjadikan pariwisata sebagai sektor yang paling mungkin bisa bersaing di global level,” kata Guntur Sakti.
Hanya pariwisata, lanjut dia, industri yang paling mudah, murah dan cepat untuk memajukan ekonomi Indonesia. “Karena itu kondusivitas iklim pariwisata sangat penting dan mendasar. Agar travelers tidak takut, investor tidak lari, masa depan pariwisata tetap optimistik,” ungkap Guntur. (*)