MERAUKE – Ada satu tradisi yang masih terjaga antara warga Papua dan Papua Nugini. Namanya trading pit, alias barter. Tradisi ini bisa disaksikan dalam Festival Crossborder Sota 2019. Dalam event ini, Trading Pit akan dilakukan milenial asal Merauke dan Papua Nugini (PNG).
Festival Crossborder Sota 2019 rencananya akan digelar 14-16 Juni. Lokasinya di Lapangan Pattimura, Distrik Sota, Merauke, Papua. Event ini terbuka bagi umum. Sebagai bintang tamu hadir Nowela Indonesian Idol. Ada juga Maro Band dan New Project Band. Dengan tema ‘Indonesia Incorporated’, event didukung Dance Performance, Marching Band, Pameran 5 Raja Tifa, Pasar Rakyat, juga Pameran Kerajinan & UMKM.
“Festival Crossborder Sota akan meriah. Selain live music, ada juga tarian dan aktivitas bisnis. Lalu, lebih menarik ikut dikenalkan budaya Trading Pit atau pertukaran barang. Bisa disebut juga barter. Budaya ini masih dipertahankan di perbatasan. Hal ini tentu menjadi daya tarik wisata,” ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, Kamis (16/5).
Trading Pit akan berlangsung sepanjang event. Nantinya, milenial Merauke dan PNG akan bertemu di suatu spot. Trading Pit dilakukan dengan memakai komoditas hasil bumi, kerajinan, dan lainnya.
“Barter jadi aktivitas transaksi yang berlaku di sana. Ke-2 wilayah ini memang produktif. Pertaniannya bagus,” kata Ricky.
Trading Pit diawali pertemuan kepala suku perwakilan dari Merauke dan PNG. Setelah berinteraksi, proses Trading Pit ditegaskan dengan ucapan ‘Ko sama Sa Satu Kata’. Bila ungkapan tersebut dilontarkan, otomatis proses barter disepakati. Berikutnya, proses pertukaran barang diikuti oleh seluruh anggota suku.
“Ada tata cara yang harus dijalani saat melakukan Trading Pit. Hal itu sudah dilakukan secara turun temurun. Dengan begitu, tidak ada pihak tertentu yang dirugikan. Sebab, semua pihak yang bertransaksi sudah mendapatkan porsinya. Lebih penting semuanya sudah menjadi kesepakatan bersama. Tata cara ini tentu memiliki pesan moral yang luar biasa,” terang Ricky lagi.
Dalam keseharian, aktivitas barter dipertahankan Suku Muyu. Mereka mendiami wilayah Timur Laut Merauke, Papua. Komunikasinya menggunakan Bahasa Muyu. Pertukaran barang bisa dilakukan oleh 2 orang dengan dasar rasa saling percaya. Mereka membangun relasi lebih dari sekedar aktivitas jual-beli. Ikatan tersebut lalu membentuk hubungan kekerabatan yang erat satu sama lain.
“Sejauh ini hubungan masyarakat Papua dan PNG sangat dekat. Mereka hidup harmoni dan saling berdampingan secara damai. Masyarakat PNG kerap berkunjung ke Merauke untuk bertemu saudaranya di sana. Imbasnya, ada banyak kemiripan budaya dan tradisi adat di sana. Untuk itu, kami mengundang masyarakat PNG ke Festival Crossborder Sota,” jelas Ricky.
Tradisi transaksi warga Papua di Merauke dan PNG memang menarik. Model perdagangan tradisional dengan sistem dan hukum warisan leluhur terus mengakar. Masyarakat Suku Amungwe misalnya, mereka memakai Elal atau Kerang (Cypreata Moneta) sebagai alat tukarnya. Komoditi yang diperjualbelikan, Tembakau, Buah Pandamus Kweng, hasil buruan, dan beragam kerajinan tangan.
Penggunaan Kerang sebagai alat transaksi memiliki 4 jalur. Ada poros Utara-Selatan Papua hingga Utara Pulau Nieuw Guinea zona Timur. Poros lainnya berupa Lae, Goroka, Mount Hagen di PNG ke Barat, lalu jalur Timur-Selatan Papua. Di jalur tradisional ini, kerang Plicanularis Pullus atau Manggadews dipilih sebagai alat transaksinya.
“Perbatasan Papua sangat fenomenal. Ada banyak warna budaya dan tradisi yang masih dipertahankan. Beragam tradisi tersebut semakin menguatkan pesona Festival Crossborder Sota 2019. Event ini adalah destinasi terbaik. Selain budayanya, festival juga didukung penyanyi tenar seperti Nowela. Masyarakat PNG silahkan datang ke Sota,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. (*)