TANGERANG SELATAN – Tsunami korupsi besar menghantam partai Gerindra. Kader-kader terbaik partai milik Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto tersebut diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemicunya korupsi benih lobster dengan aktor utama Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp900 Miliar per Tahun. Kasus ini pun jadi pertaruhan kredibilitas Partai Gerindra secara menyeluruh.
Di luar nama Edhy Prabowo, sedikitnya ada 13 nama yang tersangkut korupsi benih lobster. Semakin terik, sebanyak 9 nama merupakan kader Partai Gerindra. Ada 6 nama yang berstatus petinggi partai Gerindra, seperti Hashim Djojohadikusumo, Sugiono, Sudaryono, dan Rauf Purnama. Rahayu Saraswati yang juga politisi Partai Gerindra masuk daftar merah. Saraswati sedang bertarung di Pilkada Tangsel 2020 sebagai calon Wakil Walikota bersama Muhamad.
“Perusahaan mengajukan ijin sebagai eksportir pada Mei lalu. Kalau sudah ditangkap, benihnya tidak diekspor, sayang juga sih,” ungkap Saraswati yang menjadi Direktur Utama PT Bima Sakti Mutiara.
Kasus yang menimpa Partai Gerindra sebenarnya menarik dicermati. Sebab, Gerindra selalu meneriakkan slogan anti korupsi. Selalu mengembangkan pemerintahan bersih dan bebas korupsi. Suara itu semakin dipertegas melalui janji kampanye Prabowo dalam Pilpres 2019. Mungkinkah kasus korupsi berjamaah kader partai Gerindra di Kementerian Perikanan dan Kelautan menurunkan kepercayaan publik?
“Kami belum bisa berkomentar lebih jauh. Kami menunggu informasi yang valid dari KPK. Kami sudah melaporkan kepada Ketua Umum, lalu ada arahan agar menunggu perkembangan dari KPK,” terang Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
Publik memang layak mempertanyakan kredibilitas kader Partai Gerindra. Sebab, kader partai tersebut justru berulah ketika masuk lingkaran kekuasaan pusat. Mereka lupa dan memanfaatkan kesempatan dengan mengeruk kekayaan negara bagi kroni-kroninya. Kondisi berbeda saat mereka menjadi oposisi pemerintah sepanjang 2014-2019. Gerindra begitu kritis atas berbagai kebijakan pemerintahan waktu itu.
“Ini adalah kecelakaan. Saya bertanggung jawab dunia akhirat. Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat perikanan yang mungkin banyak terkhianati. Saya akan mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua Umum Partai. Saya juga akan minta untuk tidak tidak lagi jadi menteri,” tegas Edhy Prabowo sambil berjalan keluar gedung KPK untuk ditahan di rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.
Kini, kader Partai Gerindra juga sedang bertarung memperebutkan kekuasaan di daerah melalui Pilkada Serentak 2020. Mungkinkah publik juga masih mempercayainya sebagai pemimpin di masa mendatang? Toh, cermin dan wajah mereka yang sebenarnya sudah nampak melalui korupsi berjamaah benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan. (***)