Mau Lihat Lukisan Kulit Kayu, Datang ke Festival Crossborder Skouw 2019

JAYAPURA – Tidak akan ada habisnya mengeksplorasi Papua. Sebab, Bumi Cenderawasih sangat kaya. Baik dalam hal nature, culture, ataupun manmade. Salah satu manmade khas Papua adalah lukisan kulit kayu. Kalian yang ingin melihat karya tersebut, bisa datang saat Festival Crossborder Skouw 2019.

Festival Crossborder Skouw 2019 akan digelar 9-11 Mei. Lokasinya di PLBN Skouw, Jayapura, Papua. Bintang tamu utama event ini adalah penyanyi reggae Ras Muhammad.

“Festival Crossborder Skouw 2019 banyak memberikan experience bagi pengunjungnya. Dari event ini, para pengunjung bisa mendapatkan banyak hal. Selain alam, Festival Crossborder Skouw 2019 memberi penegasan akan eksotisnya budaya Papua. Termasuk memperkenalkan lukisan kulit kayu,” ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, Rabu (1/5).

Salah satu situs penghasil lukisan kulit kayu adalah Kampung Asei Besar, Sentani, Jayapura, Papua. Kampung ini eksotis karena ada di pulau besar Danau Sentani. Secara history, pulau ini dianggap yang tertua di sana. Pulau itu diklaim sebagai badan naga dari sebuah legenda yang melibatkan Papua Nugini.

Kampung Asei Besar banyak melahirkan karya seni berbilai tinggi. Salah satu yang paling populer keindahannya adalah lukisan kulit kayunya. Karya itu bahkan familiar hingga ke ranah Eropa.

Ricky menambahkan, jiwa seni masyarakat Kampung Asei Besar sangat tinggi hingga menghasilkan lukisan indah.

“Kampung Asei Besar penghasil lukisan indah. Media lukisannya sangat unik karena memakai media kulit kayu. Media ini tentu sangat langka karena selama ini mayoritas lukisan menggunakan kanvas,” lanjut Ricky.

Kulit kayu sejatinya menjadi busana tradisional wanita Sentani. Busana tersebut dikenal sebagai Malo. Namun, seiring waktu, Malo akhirnya ditinggalkan semenjak tekstil deras masuk ke sana. Kain kulit kayu akhirnya dilirik kembali pada 1975 dan digunakan sebagai media lukisan. Kanvas tersebut dibuat dari kulit Pohon Khombouw.

Proses pembuatan kain ‘kanvas’ kulit kayu dimulai dengan membersihkan batangnya. Berikutnya, kayu lalu dipukul-pukul dengan benda keras. Buat garis sepanjang batang untuk mengambil kulitnya. Setelah terlepas dari batang, kulit kembali ditumbuk di atas batu hingga membentuk lembaran. Agar bersih, kulit kayu lalu dicuci baru dijemur. Bila kering, kulit kayu Khombouw bisa menjadi ‘kanvas’ lukisan.

“Bahan baku dan semua prosesnya dilakukan secara alami. Wisatawan juga bisa mempelajari teknik penyiapan ‘kanvas’ lukisan yang unik. Masyarakat di sana sangat ramah dan tidak segan membagikan pengatahuannya. Bukan hanya kanvasnya, tinta yang dipakai juga natural,” tegas Ricky lagi.

Teknik pewarnaan alami terus dipertahankan. Secara umum, lukisan dibentuk dari 3 komponen warna dominan. Ada warna merah, putih, dan hitam. Warna putih diekstrak dari kapur. Kapur biasanya jadi bahan baru sirih. Untuk warna merah diambil dari batu kapur merah atau tanah liat. Arang pun dipakai sebagai penghasil warna hitam. Bahan dasar ini dicampur dengan getah sukun, air, dan minyak kelapa.

Secara filosofi, warna-warne tersebut memiliki filosofi. Putih menjadi lambang budaya berupa makan pinang. Untuk warna merah memberi harapan kesuburan, kemakmuran, juga keberanian. Lalu, hitam menjadi representasi warna kulit. “Ada banyak inspirasi yang diberikan. Wisatawan akan mendapatkan banyak pengetahuan baru bila berkunjung ke sana, selain menikmati keindahan lukisannya,” kata Ricky.

Lukisan kulit kayu khas Kampung Asei Besar memiliki beberapa motif. Yang familiar adalah Yoniki. Motif ini dipakai oleh semua Kepala Suku. Motif Yoniki berbentuk bulat juga menjadi simbol kebersamaan. Ada juga motif Fouw yang menjadi milik keluarga raja. Motif ini berupa garis yang membentuk spiral sebagai simbol kebersamaan. Motif lainnya, yaitu Hakhalu atau putri raja.

“Festival Crossborder Skouw dan Papua banyak memberikan kejutan. Bumi ini memang kaya budaya. Semuanya sangat otentik. Selain atraksinya, aksesibilitas dan amenitas di sana juga luar biasa. Untuk itu, Kampung Asei Besar juga harus dikunjungi lalu miliki cinderamata terbaik berupa lukisan kulit kayu,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. (*)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>