Lewat KUR, Perbankan Daerah Didorong Turut Bangun Pertanian

PALEMBANG – Pemerintah Pusat terus mendorong perbankan daerah turut berperan dalam pembangunan pertanian. Salah satunya PT Bank Pembanguan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (BPD Sumsel Babel) yang mulai mengembangkan model kluster untuk penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) Pertanian sebagai upaya memperluas akses pembiayaan bagi petani.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengajak para petani dan pimpinan daerah untuk memanfaatkan layanan KUR demi meningkatkan kinerja sektor pertanian dari hulu hingga hilir.

“Kalau ini termanfaatkan dengan baik, maka tidak perlu lagi petani ngambil pinjaman dari mana-mana yang bunganya besar-besar. Tentu saja, semua penerima KUR masuk dalam kelompok-kelompok tani yang dikendalikan bersama-sama,” ujar Mentan SYL, Kamis (17/12).

KUR untuk sektor pertanian bisa dimanfaatkan para petani di seluruh Indonesia. Dalam jangka pendek, penyaluran KUR juga diharapkan dapat menangkal dampak pandemi Covid-19.

“Sektor pertanian tidak boleh goyah akibat Covid-19. KUR ini juga sebagai upaya agar dampaknya tidak sampai memukul perekonomian petani,” kata Mentan SYL.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana (PSP) Kementan Sarwo Edhy menjelaskan, penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu. Kementan akan mendorong juga pemanfaatan KUR di sektor hilir, seperti untuk pembelian alat pertanian.

“Sektor hulu selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat,” ungkap Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy menyebutkan, realisasi KUR pertanian saat ini sudah melampaui target Rp 50 triliun. Dana tersebut digunakan petani untuk mengembangkan budidaya ataupun mengerjakan bisnis lainnya yang berkaitan di bidang pertanian.

“Penyaluran KUR telah dinikmati petani di berbagai sektor yakni tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kombinasi pertanian/perkebunan dengan peternakan, serta jasa pertanian, perkebunan, dan peternakan,” sebut Sarwo Edhy.

Adapun, latar belakang perumusan KUR Pertanian ini dilandasi kebutuhan petani pada KUR untuk melanjutkan usaha taninya. Dirinya mengakui masalah pembiayaan masih menjadi kendala karena petani sedikit mengalami kesulitan ketika akan meminjam ke bank.

“Biasanya yang menjadi kendala dalam pembiayaan tersebut keharusan adanya agunan atau jaminan dan angsurannya yang cukup besar. Karena usaha tani ini berbeda dengan usaha-usaha lainnya, pastinya petani akan kesulitan mendapatkan permodalan,” jelas Sarwo Edhy.

Saat ini, Bank Sumsel Babel menerapkan penyaluran KUR Klaster untuk petani padi di Desa Karang Sari, Kecamatan Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Direktur Pemasaran Bank sumsel Babel, Antonius Prabowo Argo, mengatakan perusahaan telah melakukan uji coba KUR klaster tersebut pada Juli 2020.

“Pada awalnya kami menyalurkan kredit sekitar Rp 300 juta. Namun untuk musim tanam November, penyaluran meningkat signifikan jadi Rp 3 miliar,” katanya.

Adapun, penyaluran KUR Klaster Pertanian ditujukan untuk petani padi di Desa Karang Sari, Kecamatan Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Menurut Antonius, sistem klaster merupakan model ideal untuk penyaluran KUR. Apalagi mengingat nominal kredit untuk produksi pertanian bagi setiap petani tidak begitu besar. Sehingga jika diberikan dalam satu kelompok maka akan lebih efektif, perbankan pun tak perlu menyiapkan banyak SDM untuk mengurus penyaluran kredit.

“Dari sisi pengelolaan jauh lebih baik, KUR ini kan nominalnya kecil-kecil. Kalau disalurkan dalam satu kelompok akan lebih efektif,” kata dia.

Dia memaparkan alur KUR Klaster Pertanian secara umum melibatkan 3 pihak. Yakni petani, mitra usaha dan perbankan. Menariknya, bank juga mensyaratkan agar petani membuat perincian harga sarana produksi pertanian (saprotan) yang akan dibeli untuk pencairan kredit.

“Kebayangkan kalau petani dikasih uang Rp10 juta, tiba-tiba dia ada beli yang lain malah tidak beli pupuk. Model ini membuat petani sudah merinci kebutuhannya, sehingga lebih tepat sasaran dan sesuai kebutuhan,” katanya.

Dalam skema klaster, perbankan juga melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berfungsi sebagai distributor saprotan. BUMDes tersebut juga dapat berperan sebagai offtaker yang menampung hasil panen petani. Hasil penjualan diserahkan kepada kelompok tani, setelah dipotong biaya giling dan penyimpanan gudang.

Menurut Antonius, dengan adanya offtaker maka petani terhindar dari tengkulak saat panen. Seringkali posisi tawar petani rendah ketika berhadapan dengan tengkulak. Sebetulnya, offtaker dalam KUR Klaster tidak hanya BUMDes. Lembaga lain pun berpotensi menjadi offtaker, mulai dari BUMN, BUMD hingga peritel swasta.

“Setelah panen barulah petani membayar kreditnya ke bank, yarnen (bayar panen). Sehingga dari sisi bank aman, petani juga berpotensi dapat harga bagus karena adanya penampung, seperti BUMDes,” jelasnya.

Antonius menjelaskan, Bank Sumsel Babel juga telah menerapkan skema kluster untuk petani komoditas lain. Salah satunya petani singkong di Kecamatan Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.

Namun demikian, kata dia, perbankan juga menghadapi tantangan dalam penerapan sistem kluster. Salah satunya terkait offtaker.

“Pernah mau coba juga di Kabupaten Bangka Tengah, Babel, tetapi tidak jadi karena offtaker-nya mundur. Dari sisi petaninya pun kurang cocok,” katanya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>