PONTIANAK – Kapuas Hulu dan Pontianak turut berpartisipasi dengan mengirimkan kontingen pada Perayaan Dayak Gawai 2019 di Bintulu, Malaysia. Kegiatan ini dikoordinir oleh lembaga Serakop Iban Perbatasan (Sipat) yang diketuai Sutomo Manna. Acara berlangsung selama tiga hari, tanggal 17-19 Mei.
Presiden Sipat Sutomo Manna menyatakan, ada banyak kegiatan pada perayaan ini. Selain parade, ada pula atraksi tabuh-tabuhan Dayak Iban dari Kapuas Hulu. Atau dalam bahasa Iban disebut gendang pampat.
“Kami ingin mengangkat budaya Dayak Iban sehingga mempunyai nilai jual di sektor pariwisata. Saya berharap kegiatan ini nantinya dapat didukung oleh pemerintah,” ujarnya, Senin (20/5).
Hal senada disampaikan Kasi Pemasaran Pariwisata pada Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Kapuas Hulu, Indra Prasetyo. Ia mengusulkan kepada pemerintah pusat melalui Kemenpar, agar kegiatan ini juga dapat dilaksanakan di Kapuas Hulu. Khususnya di daerah perbatasan, sehingga potensi budaya seperti ini dapat memacu perlintasan wisman.
“Kita bidik wisatawan perbatasan melalui kekayaan budaya Dayak Iban. Jika Kemenpar bisa mendukung kegiatan semacam ini, dipastikan Kapuas Hulu siap menggelar acara serupa tahun 2020 nanti. Konten ini yang kita dorong di perbatasan Kalimantan,” ucapnya, mewakili Kepala Disporapar Kapuas Hulu.
Sementara itu, Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Adella Raung mengatakan, Perayaan Dayak Gawai 2019 di Bintulu mengambil tema ‘Bejalai Betungkatka Adat, Tinduk Bepanggalka Pengigat’. Atau dalam bahasa Iban berarti ‘Tahu Budaya dan Akar Anda’. Acara ini mengakomodir keberadaan masyarakat Dayak di daerah setempat. Baik Dayak Sabah (Malaysia) maupun Dayak Kalimantan (Indonesia).
“Malaysia sendiri selalu merayakan Hari Gawai setiap tahun, sejak 53 tahun yang lalu. Namun, untuk perayaan secara nasional, ini yang perdana,” terangnya.
Menurutnya, kegiatan makin semarak karena panitia cukup gencar mempromosikan event tersebut. Antara lain lewat media elektronik seperti radio dan TV. Hal ini turut menciptakan pemahaman yang lebih luas tentang keragaman budaya di Malaysia.
Adella menambahkan, Perayaan Dayak Gawai 2019 tingkat nasional ini diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Multimedia Malaysia (KKMM). Sementara panitia penyelenggara diambil dari organisasi non-pemerintah lokal (LSM) untuk memberikan masukan teknis kepada kementerian.
“Dalam kegiatannya, digelar parade budaya Dayak, aneka lomba, dan menampilkan musik kelompok etnis. Untuk parade budaya diadakan di Rumah Tuai Henry Nuni. Yaitu rumah panjang Iban dengan 35 pintu. Lokasinya di Sg Gelam, Sebauh , 24 km dari Bintulu,” ungkapnya.
Di rumah Iban tersebut, lanjut Adella, digelar pula ritual “Sandau Hari” Gawai, berbagai pertunjukan budaya Dayak, serta menyaksikan kebiasaan Iban kuno “Nyabung Manuk” atau adu ayam jantan. Selama tiga hari berlangsung, digelar pula Festival Makanan Dayak di Kota Bintulu yang menampilkan kuliner tradisional etnis tersebut.
Sementara itu, Kabid Pemasaran Area III Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Sapto Haryono menjelaskan, kegiatan ini makin menegaskan bahwa konten budaya dapat digunakan untuk memancing wisatawan. Atau dalam hal ini masyarakat Malaysia, agar masuk ke Indonesia.
“Budaya masih mempunyai kekuatan tersendiri di sektor pariwisata. Keunikan tradisi Dayak Iban menjadi kelebihan dan kekayaan bagi Kapuas Hulu,” jelasnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan, potensi wisata perbatasan (cross border tourism) akan terus dimaksimalkan. Baik melalui daya tarik wisata alam, seni, maupun budaya. Bukan tidak mungkin eksplor etnis Dayak digelar dengan kemasan event di Kapuas Hulu.
“Meski terinspirasi dari gelaran di Malaysia, kita bisa mengemasnya dengan acara dan kegiatan yang berbeda. Harus lebih keren dan spektakuler,” tegasnya.(*)