Intrik Jelang Pemilukada Serentak 2020, Poltik Kekuasaan Nyaring di Maluku

AMBON – Politik kekuasaan jelang Pemilukada Serentak 2020 tampaknya terus mengkristal di Maluku. Para pemilik kekuasaan ramai-ramai bersikap reaktif demi perbaikan citra diri dan institusinya. Sebagai aktor pesakitannya adalah Ketua Bapilu DPD Golkar Maluku Yusri Abdul Kadir Mahedar Mahendra. Meski demikian, sikap kooperatif sudah ditunjukan Yusri untuk meredam suhu panas politik.

Opini ‘hartatahtawanita9’ melalui platform Instagram mungkin ada benarnya. Sebab, hartatahtawanita9 melihat tahta identik dngan kekuasaan. Lalu, kekuasaan sanggup memerintah orang dan organ. Atas dasar itulah, tahta atau kuasa selalu menjadi magnet dunia. Seiring meletupnya politik kekuasaan di Maluku, hartatahtawanita9 berharap adanya perbaikan sistem demokrasi menyeluruh di Indonesia.

“Kami cermati berbagai perkembangan politik yang terjadi di Maluku beberapa hari terakhir. Suhunya panas karena berbagai opini yang muncul. Semuanya menjadi bagian dari demokrasi dan harus disikapi bijaksana. Partai Golkara akan meminta maaf atas berbagai opini yang muncul. Kami akan kooperatif,” ungkap Wakil Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPD Partai Golkar Maluku Ridwan Marasabessy.

Politik kekuasaan menjadi santer di Maluku setelah langkah hukum ditempuh Gubernur dan Aparat Kepolisian di sana. Mereka ramai-ramai memperkarakan opini Yusri. Gubernur Maluku Murad Ismail mengeluhkan sikap Yusri yang dianggap menyesatkan. Serupa Murad, Kapolres Seram Bagian Timur (SBT) AKBP Andre Suhendra juga melaporkan Yusri karena dianggap mencemarkan nama baiknya.

“Situasi politik di Maluku berkembang sangat dinamin dalam beberapa pekan terakhir. Semuanya juga sudah dilakukan dalam koridor yang baik. Tapi, memang ada pihak yang ingin bermain dalam narasi-narasi tertentu. Untuk itu, kami akan mencari tahu siapa yang sudah membocorkan komentar ini ke luar. Kami hanya berharap, mereka mau memberikan pintu maaf,” terang Marasabessy.

Terlepas dari apapun, politik kekuasaan menjadi kurang elok dalam iklim demokrasi yang berkembang seperti sekarang ini. Sebab, treatment ini seolah melindungi berbagai kepentingan sendiri dengan cara mengancam entitas lain melalui beragam agresi. Muaranya tentu terus mempertahankan sumber daya yang sedang digenggamnya. Meski demikian, kontrol harus diberikan agar penguasa tidak autopilot dalam menjalankan kekuasaannya. Apalagi, posisinya masuk zona transisi di Pemilukada Serentak 2020.

“Polarisasi ini harus diurai kembali, meski kontrol tetap dijalankan. Berbagai klarifikasi juga sudah dilakukan. Adanya suara pemenangan Pemilukada SBT dengan intimidasi kepala desa itu hanya sebatas informasi. Pak Yusri juga sudah bilang hal itu. Justru harusnya informasi ini ditindaklanjuti di lapangan agar menjadi clear,” tegas Marasabessy lagi.

Meredam potensi isu susulan dan intrik yang muncul, Marasabessy mengingatkan agar DPP Golkar mau menandatangani Memorandum of Understanding dengan pemerintah (Mendagri) dan Kepolisian. Tujuannya, untuk menjaga netralitas aparat Kepolisian hingga TNI. “Siapapun pasti ingin menang di Pemilukada Serentak 2020. Tapi, demokrasi harus dijalankan. TNI dan Polri memang tidak terlibat, lalu netralitas harus dipertahankan,” tutupnya.(***)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>