KALTENG – Beberapa daerah dengan potensi wisata alam melimpah, ternyata belum mampu berdaya saing dengan objek wisata lain. Faktornya beragam. Mulai dari kurangnya promosi, attraction, accesibility, amenities maupun ancillary.
Isu tersebut mengemuka dalam gelaran Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya, Jumat (10/5). FGD bertajuk Pengembangan Produk Ekowisata Berbasis Sungai tersebut merupakan tindak lanjut atas wacana pengembangan wisata sungai di Kalimantan Tengah.
Acara tersebut antara lain dihadiri Staff Ahli Gubernur Kalteng Yuel Tanggara, Asdep Bidang Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Reyaan, Kepala Balai Besar Taman Nasional (BBTN) Betung Kerihun & Danau Sentarum Arief Mahmud, serta Kabid Sosial, Budaya dan Pemerintahan Bappedalitbang Kalteng Tukas.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adyani mengatakan, pembangunan pariwisata memang perlu peran semua pihak. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi. Harus bersama-sama menyiapkan dan mendukung secara optimal wisata alam ini. Sehingga, diharapkan dapat mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan. Antara lain dengan memperkenalkan produk wisata berbasis sungai.
“Sebenarnya, pariwisata Indonesia sangat maju dari tahun ke tahun. Pariwisata merupakan sektor unggulan yang dapat mengalahkan industry untuk penyumbang pemasukan negara,” ujarnya.
Giri menekankan, BBTN Betung Kerihun & Danau Sentarum harus mampu menjalankan perannya sebagai perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan. Beberapa poin yang perlu diperhatikan adalah rencana pengelolaan, penataan blok/ zonasi, master plan, desain tapak, site plan, dan detail engineering design.
“Pengembangan produk ekowisata berbasis sungai di Kalimantan Tengah memang tidak hanya terfokus pada sungainya saja, tetapi juga ada wilayah penunjang yang harus dikelola. Salah satunya kawasan BBTN Betung Kerihun dan Danau Sentarum,” imbuhnya, diamini Asdep Bidang Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Reyaan.
Hasil FGD antara lain menyepakati perlunya kajian untuk membuat kebijakan baru terkait pariwisata di Taman Nasional (khususnya Tanjung Putting). Perlu pola perjalanan dan sumber informasi terkait atraksi-atraksi destinasi wisata kepada khalayak. Tanjung Puting sendiri memerlukan kebijakan terkait jumlah kunjungan, sehingga popularitas Taman Nasional terus meningkat dan tidak mengurangi pendapatan.
“Hal lain, kita juga perlu menanamkan mindset length of stay untuk ecotourism. Kemudian membuka aksesibilitas antar provinsi di Kalimantan menggunakan pesawat. Tak kalah penting, perlu sekali menyasar ranah digital untuk pemasaran atau promosi,” tegasnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya berharap, FGD kali ini dapat lebih memperkenalkan konsep produk ekowisata berbasis sungai kepada stakeholders ekowisata. Selain itu, para pemangku kawasan harus lebih serius untuk bersinergi dalam pengembangan ekowisata yang memiliki konsep saling terkait dan menguatkan. Sehingga, konsep tersebut dapat memajukan pariwisata nasional dan berkontribusi nyata terhadap devisa negara.
“Tujuan FGD sendiri adalah untuk memperkenalkan serta mengangkat pengembangan produk ekowisata berbasis sungai di Kalimantan Tengah dan sekitarnya. Lalu brainstorming guna penyelarasan pengembangan produk ekowisata berbasis sungai dengan stakeholders terkait. Kita sangat dukung pengembangan produk ekowisata sungai tersebut,” jelasnya. (*)