Homestay Jadi Basic Needs di Simeulue, Ini Alasannya

SIMEULUE – Kabupaten Simeulue di Aceh memang istimewa. Destinasi baharinya keren. Banyak dikunjungi bule. Industri pariwisatanya terus tumbuh, ekonomi bergulir, dan ending nya pemerintah dan masyarakat juga menerima manfaat. Dengan pertumbuhan itu, homestay menjadi kebutuhan mendasar di Simeulue.

Bagi para peselancar, Pulau Simeulue di Aceh adalah surga. Ombak dengan ketinggian 5 meter, laut bersih, dan langit cerah menjadi idaman banyak peselancar. Destinasinya memang masih kalah tenar bila dibanding dengan Bali. Tapi, “aroma Bali” sudah terasa di sana. Pemandangan hilir-mudiknya kendaraan roda dua generasi matic sambil membawa papan surfing bisa dengan mudah dijumpai di Simeulue.

Belum lagi kerumunan orang yang masuk ke tepi laut, menembus gulungan ombak dengan posisi merebah di atas papan selancar dan mendayungnya ke tengah menggunakan kedua tangan. Semua sudah menjadi pemandangan biasa di sana.

Lantas bagaimana dengan amenitasnya? Ternyata lumayan oke. Homestay menjadi akomodasi yang paling banyak dicari di Simeulue. Dari yang sederhana, sampai yang menawarkan beragam fasilitas ada di Simeulue. Dari yang konvensional sampai yang ada di online juga ada.

“Bule-bule ini tak mencari kemewahan. Mereka datang ke Simeulue mencari ombak yang menantang,” terang Bupati Simeulue, Erli Hasim, Senin (8/7).

Statement itu keluar saat beramah tamah dengan Tim Kemenpar yang akan menggelar Bimtek Homestay Desa Wisata di Simeulue.

Kadisparbud Kabupaten Simeuleu, Abdul Karim terlihat menyimak serius ucapan Bupati. Begitu juga Kasubid Pengembangan Destinasi Area I Kemenpar Andhy Marpaung, Ketua Tim Percepatan Pedesaan dan Perkotaan Kemenpar Vitria Ariani dan Wakil Ketua II Pengembangan Homestay Desa Wisata Kemenpar, Syarifa Aulia.

Homestay desa wisata banyak dicari. Harga murah menjadi alasan utamanya. Selain itu, lebih simpel. Tidak seribet seperti menginap di hotel bintang 5.

Peluang bisnisnya? Lumayan oke. Marketnya sudah ada. Pasarnya juga sudah tercipta. Dengan konsep Low Cost Tourism, semuanya langsung beres.

“Pemodal-pemodalnya dari luar Pulau Simeulue. Fasilitas yang dimiliki juga pas untuk wisatawan asing yang surfing, diving, dan menikmati keindahan pantai yang masih alami dan asri di Simeulue,” tambah Bupati.

Sejumlah fakta tadi membuat tim Kemenpar sumringah. Ada peluang besar yang bisa disambut. Ada bisnis menguntungkan yang bisa menetes sampai ke bawah. Dan semuanya itu, bisa tercipta dari model bisnis homestay desa wisata.

“Homestay Desa Wisata menjadi industri baru dalam pengembangan amenitas pariwisata.di Simeulue. Kalau ini bisa ditiru daerah lain, Indonesia akan menjadi negara dengan homestay terbesar, terbanyak, dan terbaik dunia,” tutur Ketua Tim Percepatan Pedesaan dan Perkotaan, Vitria Ariani.

Asdep Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar Lokot Ahmad Enda menambahkan, untuk mengawalinya, Kemenpar sudah menyiapkan agenda Bimtek Homestay Desa Wisata di Simeulue, 9 Juli 2019.

“Ini dukungan riil Kemenpar. Dan ini bisa menjadi paket ideal untuk mempercepat pertumbuhan destinasi. Apalagi, alam dan budaya di sekitar Simeulue sangat eksotis. Semua potensi ini tentu harus dikelola dengan manajemen dan fasilitas pendukung yang baik. Pariwisata Simeulue akan terus tumbuh, lalu posisi dari Homestay dan Desa Wisata akan semakin kuat,” tutur Lokot

Kasubid Bidang Pengembangan Destinasi Area I Kemenpar, Andhy Marpaung juga seirama. Dia mengatakan, potensi homestay di Simeulue sangat besar. Demand-nya sangat tinggi.

“Di sepanjang garis pantai, ada banyak turis asing yang terlihat enjoy menikmati ombak dan pantai di Simeulue. Crowdnya sudah ada. Opportunity-nya sudah tercipta. Ada pengembangan diversifikasi produk pariwisata selain wisata bahari, yang menambah atraksi wisata di Simeulue dalam konsep desa wisata. Ini akan mendorong pengelolaan homestay yang memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan,” tuturnya.

Respons Menteri Pariwisata Arief Yahya juga sangat positif. Baginya, homestay desa wisata punya potensi luar biasa untuk memajukan pariwisata di Simeulue, Aceh.

“Saya selalu berawal dari akhir. Berangkat dari target 20 juta wisman di 2019. Untuk menuju target itu, harus menggunakan cara apa? Bagaimana? Kapan? Mengapa harus menggunakan cara itu? Dimulai kapan dan darimana?” tukas Arief Yahya.

Kebetulan, pembangunan homestay tidak membutuhkan biaya tinggi. Konsepnya bisa menggunakan low-cost tourism (LCT).

“Simpel. Ciptakan attraction, access, dan accommodation yang terjangkau dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas yang ada. Bangun sebanyak mungkin homestay di desa-desa wisata di Simeulue. Cost-nya pasti murah karena harga penyewaan homestay sangat terjangkau dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh masyarakat,” ucapnya. (*)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>