Gelar Battle Chef, Poltekpar Palembang Targetkan Muncul Kreasi Menu Daerah Baru

PALEMBANG – Politeknik Pariwisata Palembang bersama Perkumpulan Chef Profesional Indonesia (PCPI) wilayah Sumatera Selatah (Sumsel), mengadakan Battle Chef pada 29 September 2019. Lomba yang melibatkan seluruh hotel, restoran dan katering, juga mengikutsertakan kategori mahasiswa serta pelajar.

Menurut Direktur Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Palembang, Dr. Zulkifli Harahap, M.M.Par., CHE. mengatakan, pihaknya berharap kontestan berkreasi dengan maksimal agar menu-menu baru bermunculan pada acara nanti.

“Tidak hanya eforia acaranya saja, tapi ada menu baru ataupun lama yang dikreasikan. Khususnya menu daerah khas Sumatera Selatan,” ungkapnya usai audiensi dengan pengurus PCPI Sumsel, Senin (23/9/2019).

Zulkifli mencontohkan, mahasiswa Program Studi Seni Kuliner Poltekpar Palembang bernama Zulfakar, meraih medali perunggu di ajang The 1st LaCuisine 2017. Kala itu Zulfakar membawa kreasi makanan daerah Sumatera Selatan di ajang internasional.

“Kita menang karena mahasiswa menyajikan Salmon Tempoyak dan Pindang Salai. Kita mengkreasikan bahan baku dan tampilan penyajian, namun rasanya tetap khas dan tidak jauh berubah,” ucap Zulkifli.

Ia menjelaskan jika modifikasi makanan atau minuman sangat penting. Pun untuk menarik minat wisatawan baru, modifikasi mampu mempertahankan wisatawan lama yang sudah lebih dulu mengenal.

“Ketika orang mendengar pindang pikirannya sudah terbayang seperti apa. Tapi jika ada kreasi baru, mereka punya penasaran yang besar. Makanya kita harap lomba nanti ada kreasi yang semacam itu, lebih bagus lagi jika ada menu yang benar-benar baru diciptakan,” pintanya.

Pada Battle Chef nanti, PCPI Sumsel menggandeng sejumlah perusahaan besar sebagai pendukung acara. Seperti Sasa, Minyak Sania dan Tongji, dengan hadiah jutaan Rupiah.

Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan, Ni Wayan Giri Adnyani mengatakan, banyak negara mulai menyadari potensi kuliner bagi kesejahteraan masyarakat dan pengembangan destinasi wisata.

“Makanan diakui sebagai alat promosi dan positioning destinasi yang efektif. Makanan memiliki kekhasan suatu daerah yang membedakan satu daerah dengan daerah lainnya. Demikian pula, dengan meningkatnya minat dalam masakan lokal, beberapa negara menetapkan fokus pada makanan sebagai produk wisata inti mereka,” ujarnya.

Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, 40 persen wisatawan baik dari dalam dan luar negeri di Indonesia melakukan pariwisata dengan kuliner. Dalam kegiatan wisata apapun ujarnya, selalu melekat dan membutuhkan kuliner.

“Kuliner ini bisnis yang sempurna, apa itu sempurna? 3 S-nya sempurna. Satu sizenya besar, ke dua suistanibilitynya tinggi selalu double digit growth dan yang ketiga spread. Spread itu profit marginnya tinggi,” kata Arief.

Namun, ada beberapa permasalahan di wisata kuliner yaitu menyangkut branding. Indonesia kata Arief tidak mempunyai ikon makanan nasional, hingga akhirnya Kementerian Pariwisata menetapkan lima ikon makanan nasional.

“Akhirnya kita tetapkan, ini harus dijual nanti, saya tetapkan national food, satu soto yang kedua rendang, yang ketiga sate yang keempat nasi goreng dan yang kelima gado-gado,” papar Arief. (*)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>