MAGELANG – Destinasi pariwisata terus membangun ekosistem baru di masa transisi New Normal. Elastis terhadap perubahan mega trends pasca tanggap darurat Covid-19, revitalisasi destinasi dilakukan menyeluruh. Penegasannya diberikan melalui program Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Sosialisasi CHSE (Cleanlinnes, Health, Safety, Environment Sustainability), Kamis (12/11). Lokasinya berada di Atria Hotel, Magelang, Jawa Tengah.
Pandemi Covid-19 banyak memunculkan hal baru. Tatanan baru tersebut mencakup perilaku, kebiasaan, komunitas, bahkan kehidupan masyarakat. Memasuki masa New Normal, wisatawan cenderung punya 6 sifat unik. Mereka mencari destinasi dengan karakter bugar dan sehat, bagian dari dunia digital, juga menjadi diri sendiri. Ada juga polarisasi menurut generasi dan gender hingga berkontribusi pada dunia.
Memunculkan hal baru, wisatawan kini mencari keseimbangan tubuh, pikiran, dan spirit saat berada di destinasi. Tetap aktif dengan dunia digital, mereka tetap terhubung ke internet dan jadi realtime. Pola perjalanannya sendiri atau kelompok kecil dan menyatu dengan alam, selain digital detox. Lebih lanjut, mereka peduli terhadap isu global, responsible tourist, juga volunteerism.
“Pandemi Covid-19 membuka peluang baru bagi pelaku industri pariwisata. Ada banyak hal baru yang muncul. Situasi ini harus dimanfaatkan karena menjadi momentum yang bagus. Untuk itu, para pelaku industri harus berstrategi agar optimal mendapatkan keuntungan secara ekonomi,” ungkap Tenaga Ahli Revitalisasi Destinasi Pariwisata Regional I, Ari Hartanto yang juga berstatus narasumber bimtek.
Merespon beragam hal baru, destinasi pun dituntut lebih aktif dan inovatif. Mereka berstrategi melalui penawaran destinasi berbasis wellness, lalu diviralkan, personal, dan bertanggung jawab. Wellness bisa ditawarkan melalui produk wisata untuk memberikan kebugaran, pengemasan pengobatan, hingga anti aging plus budaya pop. Untuk menviralkannya bisa melalui platform digital dan testimoni media sosial.
Konsep personal dikembangkan melalui open trip, retreat activities, juga spot yang kontemplatif. Untuk penawaran kreatif plus inovatif diaplikasikan melalui sikap lentur terhadap minat pasar dan perubahan perilaku. Produk wisata juga memuat nilai edukasi keberlanjutan lingkungan dan budaya. Memuat juga transformasi sosial, budaya, lingkungan, hingga ekonomi.
“Pemahaman harus dimiliki destinasi dalam mendesain produknya di masa transisi New Normal. Sebab, ada banyak hal baru yang muncul justru jadi peluang untuk mendapat value secara ekonomi. Destinasi kini harus cepat bergerak dengan penyesuaian. Kami optimistis, destinasi Magelang dan Purworejo bisa mengaplikasikannya,” terang Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Hari Santosa Sungkari.
Mengoptimalkan pariwisata di masa transisi ekonomi, strategi promosi berbasis komunitas dinilai paling efektif. Pariwisata juga dibangun menurut konsep jejaring komunitas. Fase berikutnya di fase pemulihan, promosi gencar pariwisata Indonesia tetap dilakukan. Jejaring kerjasama mulai dikembangkan bersama industri pariwisata.
“Ekosistem pariwisata baru terus dikembangkan, termasuk di masa New Normal. Semuanya didasarkan pada profil pasar saat ini. Melalui program Bimtek dan Sosialisasi CHSE ini, penguatan dilakukan agar strategi optimalisasi potensi semakin maksimal. Semuanya diterapkan menyeluruh, apalagi revitalisasi destinasi terus berlanjut,” tegas Direktur Pengembangan Destinasi Regional I Oni Yulfian.
Menguatkan daya tawar, revitalisasi destinasi terus digulirkan. Opsinya diarahkan kepada lini amenitas, CHSE (zona depan), sistem registrasi/reservasi, hingga revitalisasi TIC. Untuk amenitas mengacu pada protokol Kebersihan, Kesehatan, Keamanan, dan Ramah Lingkungan. Adapun sistem registrasi bisa diarahkan melalui pembuatan sistem baru hingga penyiapan contact tracing CHSE-nya.
Bagaimana dengan revitalisasi TIC? Revitalisasi ini diarahkan melalui TIC Kiosk Portable, perbaikan TIC, juga penambahan ruangnya. Bisa juga didorong melalui pengadaan panel-panel informasi hingga partisi ruang pamer lengkap dan furnitur. Koordinator Area I Pengembangan Destinasi Regional I Wijonarko lalu mengatakan, destinasi adaptif terhadap perubahan.
“Setelah Bimtek dan Sosialisasi CHSE, destinasi pasti akan lebih adaptif terhadap perubahan. Mereka ini memiliki cukup waktu untuk melakukan beberapa penyesuaian. Yang pasti, semua akan bertahan dan terus eksis dalam kondisi transisi New Normal,” kata Wijonarko.
Lebih detail menyangkut isu revitalisasi destinasi, konsep CHSE diperkuat dengan 11 elemen. Sebut saja, panel informasi CHSE dan prosedur keselamatan, rambu pengarah, perangkat jaga jarak, hingga fasilitas wastafel, sarana cuci tangan dengan sabun, plus disinfektan. Dikembangkan juga toilet portable, tandon air bersih lengkap dengan salurannya, resapan, tempat sampah, perangkat keselamatan, dan kotak obat.
“Destinasi bisa melakukan beragam penyesuaian yang luar biasa. Kami yakin, kesepahaman sekarang sudah dimiliki oleh semua. Poros destinasi wisata Magelang-Purworejo akan terus direspon positif oleh pasar. Sebab, potensinya memang luar biasa. Selain atraksinya, amenitas dan aksesibilitas yang dimiliki sangat bagus,” tutup Sub Koordinator Area I A Pengembangan Destinasi Regional I Andhy Marpaung.(*)